Pengertian Penalaran
Deduktif
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa
umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada
suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,
instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala
terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan
selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran
deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu
gejala.
Faktor – faktor penalaran deduktif :
1. Pembentukan Teori
2. Hipotesis
3. Definisi Operasional
4. Instrumen
5. Operasionalisasi
Macam – macam penalaran Deduktif :
1. Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara
penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun
kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar
peraturan “X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal
berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan
“X” harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan “X”
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut
silogisme. Kalimat pertama (premis ma-yor) dan kalimat kedua (premis minor)
merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan
“melanggar …” pada premis (mayor) diulangi dalam (premis minor). Demikian pula
ungkapan “harus dihukum” di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk
silogisme yang standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa
silogisme itu tidak mengikuti bentuk standar seperti itu.
Misalnya:
- Semua yang dihukum itu karena
melanggar peraturan
- Kita selalu mematuhi peraturan
- Kita tidak perlu cemas bahwa kita
akan dihukum.
Pernyataan itu dapat dikembalikan
menjadi:
a. Semua yang melanggar peraturan
harus dihukum
b. Kita tidak pernah melanggar (selalu
mematuhi) peraturan
c. Kita tidak dihukum.
Secara singkat silogisme dapat
dituliskan
JikaA=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari ; Silogisme
Katagorik, Silogisme Hipotetik dan Silogisme Disyungtif.
2. Entimem
Di atas telah disinggung bahwa
silogisme jarang sekali ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam
tulisan pun, bentuk itu hampir tidak pernah digunakan. Bentuk yang biasa
ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimem. Entimem ini pada dasarnya adalah
silogisme. Tetapi, di dalam entimem salah satu premisnya dihilangkan/tidak
diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan
orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal
menjadi dua:
a. menipu adalah dosa
b. karena (menipu) merugikan orang
lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan
sedangkan kalimat b adalah premis minor
(karena bersifat khusus). Maka
silogisme dapat disusun:
Mn :
menipu merugikan orang lain
K
:menipu adalah dosa.
Dalam kalimat di atas, premis yang
dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa
premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva “menipu”.
Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang
merugikan orang lain adalah dosa. Untuk mengubah entimem menjadi silogisme,
mula-mula kita cari dulu ke- simpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan
ialah kata-kata seperti jadi,
maka, karena itu, dengan demikian, dan
sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.
Contoh lain:
Pada malam hari tidak ada matahari,
jadi tidak mungkin terjadi proses fotosintesis.
Bagaimana bentuk silogismenya?
My
: Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Mn
: Pada malam hari tidak ada matahari
K
: Pada malam hari tidak mungkin ada fotosintesis.
Sebaiknya, kita juga dapat mengubah
silogisme ke dalam entimem, yaitu
dengan menghilangkan salah satu
premisnya.
Contoh:
My :
Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun telah mampu berpikirformal.
Mn :
Siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun
K
: Siswa kelas VI di
Indonesia telah mampu berfikir formal
Kalau dihilangkan premis mayornya
entimemnya akan berbunyi “siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih dari
sebelas tahun, jadi mereka mampu berpikir formal”. Atau dapat juga “Anak-anak
kelas VI di Indonesia telah mampu berpikir formal karena mereka telah berumur
lebih dari sebelas tahun”. Kalau dihilangkan premis minornya menjadi “Anak-anak
yang berumur di atas sebelas tahun telah mampu berpikir formal; karena itu
siswa kelas VI telah mampu berpikir formal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar