Minggu, 29 Mei 2011

Harapan Datangnya Seorang Pemimpin Sejati

          Dahulu para pahlawan kita rela mengorbankan nyawanya demi merebut kemerdekaan. Beratus – ratus tahun negeri kita dijajah oleh bangsa lain. Hal itu yang membuat para pahlawan tergerak hatinya untuk terus dan tidak menyerah melawan penjajah. Mereka segenap hati bersatu menyatukan semangat dan tekat mereka, tidak ada hentinya sampai titik darah penghabisan. Tetapi sekarang disaat kita sudah mendapatkan kemerdekaan itu, perpecahan justru ada dari dalam negeri kita sendiri. Perbedaan pendapat, adat dan agama sering menjadi penyebab terjadinya perpecahan tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa yang mereka lakukan itu akan pelan – pelan  menghancurkan bangsa mereka sendiri.


            Disamping kesadaran dari individu masing – masing, peran pemimpin negara juga penting. Negara kita sangat memimpikan seorang pemimpin yang tegas dan bijaksana. Yang dapat melakukan pendekatan dengan masyarakatnya. Saya terinspirasi oleh tokoh Agustus Caesar, bagaimana dia berhasil membangun Empirium Romawi yang tadinya terjadi perang saudara menjadi sebuah negara yang disegani oleh bangsa lain. Berikut sedikit cerita mengenai Agustus Caesar :


AUGUSTUS CAESAR (63 SM-14M)


            Pendiri empirium Romawi, Agustus Caesar, tak salah lagi bagaikan poros penting dalam perputaran jalannya sejarah. Dia mengakhiri perang saudara yang sudah membikin Republik Romawi berantakan di abad pertama sebelum Masehi dan sesudah itu dia organisir kembali pemerintahan Romawi sehingga keamanan dan perdamaian di dalam negeri terjamin dan kesejahteraan penduduk terawat. Ini berlangsung selama dua abad. Gaius Octavius. (yang lebih kesohor dengan julukan Octavian, tidak bersedia menerima gelar Agustus sampai umurnya tiga puluh lima tahun), dilahirkan tahun 63 SM. Dia cucu kemanakan Yulius Caesar yang merupakan tokoh politik Romawi di masa muda Octavian. Karena Yulius Caesar sendiri tak punya anak, amatlah sayangnya ia kepada Octavian dan mendidiknya menjadi seorang politikus. Tetapi, tatkala Caesar terbunuh tahun 44 SM, Octavian baru seorang pelajar berumur delapan belas tahun.




             Augustus boleh dibilang satu contoh seorang despot yang berkemampuan dan murah hati dalam sejarah. Dia betul-betul seorang negarawan, pendekatannya yang bijak berhasil menutup celah-celah perpecahan yang ditimbulkan oleh perang saudara. Augustus memerintah Romawi selama 40 tahun dan tindak-tanduk serta garis politiknya jadi anutan kekaisaran pada masa-masa sesudah dia tiada. Di bawah Augustus pasukan Romawi melakukan penaklukan mutlak atas Spanyol, Swiss, Galatia di Asia Kecil dan di sebagian besar daerah Balkan. Pada saat akhir pemerintahannya, perbatasan sebelah utara wilayah kekuasaannya tidak banyak berbeda dengan garis sungai Rhine Danube yang menjadi batas belahan utara di abad-abad sesudahnya.

Augustus betul-betul seorang administator luar biasa dan berkemampuan tak terbandingkan dalam hal mengatur urusan pemerintahan sipil dan pelayanan masyarakat. Dia merombak sistem perpajakan dan sistem keuangan negara Romawi, menata kembali angkatan bersenjata dan membangun angkatan laut permanen. Dia juga membangun pasukan pengawal pribadi, meletakkan dasar komandan pengawal kaisar yang di abad-abad mendatang memegang peranan penting dalam hal memilih dan memberhentikan kaisar-kaisar.

Di bawah pemeeintahan Augustus, dibangun jaringan jalan raya yang luas di segenap wilayah kekuasaan Romawi, membangun perumahan rakyat yang indah, begitu pula kota-kota baru yang megah. Kuil-kuil didirikan dan Augustus mendorong ketaatan kepada Agama Romawi. Diaturnya peraturan tentang perkawinan, dan mengatur cara-cara pendidikan dan mengasuh anak-anak.

Sejak tahun 30 SM keadaan dalam negeri Romawi aman tenteram di bawah Augustus. Sumber-sumber alam memberikan kemakmuran besar untuk rakyat. Akibat sampingan dari semua ini, seni budaya pun berkembang dengan pesatnya sehingga masa pemerintahan Augustus merupakan jaman emas bagi kesusastraan. Penyair terbesar Romawi, Virgil, hidup dalam masa ini, begitu pula pengarang-pengarang terbesar termasuk Horacc dan Livy. Sedangkan budayawan Ovid yang menimbulkan rasa tidak senang Augustus, diusir dari Romawi.

Augustus tidak punya anak laki-laki, sedangkan kemanakan dan dua cucunya meninggal sebelum dia sendiri menutup mata. Itu sebabnya Augustus memungut anak tirinya, Tiberius, dan menetapkannya jadi penggantinya. Tetapi, dinastinya (yang kemudian termasuk juga penguasa-penguasa yang tidak populer seperti Caligula dan Nero) segera menjadi merosot dan layu, walaupun perdamaian dan keamanan dalam negeri yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Augustus (yang disebut Pax Romana) masih bisa bertahan.

            Saya berharap suatu saat di negeri kita ini mempunyai seorang pemimpin yang benar – benar berjiwa pemimpin. Pemimpin yang tidak memikirkan dirinya sendirinya, melainkan memikirkan bagaimana agar bangsa kita menjadi bangsa yang aman dan tentram. Sehingga tidak ada lagi perpecahan antar bangsa sendiri.